Ayam Hutan Merah Sebagai Cikal Bakal Ayam Peliharaan

- 21.52

Ayam Hutan Merah Sebagai Cikal Bakal Ayam Peliharaan

 
Tanda-Tanda Ayam Hutan Merah yng Asli
Ayam hutan merah mempunyai variasi tanda fisik yng Amat beraneka ragam. Hal ini dipengaruhi oleh banyak sekali faktor lebih-lebih faktor lingkungan semisal tempat asli, ketinggian, kondisi geografis serta lain-lain.
Di India, ayam hutan merah (sub-spesies murghii) dari daerah utara yng didominasi oleh pegunungan bersuhu dingin, mempunyai rata-rata ukuran tubuh yng lebih besar yang dengannya bulu leher yng lebih lebat serta panjang, dibandingkan yang dengannya ayam hutan merah (sub-spesies murghii), dari dataran yng lebih rendah di selatan.
Satu-satunya sub-spesies ayam hutan merah yng paling kuat karakter fisiknya, merupakan ayam hutan merah subspesies bankiva, dari Indonesia. Tanda fisik yng paling menonjol dari ayam ini merupakan bulu leher yng pendek, yang dengannya ujung bulu membulat (tak runcing).
Akibat isolasi selama ribuan tahun, subspesies bankiva pula mempunyai komposisi genetik unik, yng agak jauh berbeda dari subspesies ayam hutan lain-lainnya. Di duga, subspesies bankiva adalah varian ayam hutan yng berumur lebih tua.
Satu dari sekian banyaknya kendala utama dalam bisnis konservasi ayam hutan merah, merupakan semakin langkanya ayam hutan yng masih benar-benar berdarah murni ataupun asli. Hal ini penyebabnya yaitu oleh adanya kontaminasi genetik dari sub-spesies ayam yng lain, lebih-lebih ayam kampung (Gallus gallus domesticus).
Perkawinan antara 2 subspesies ayam yng berbeda, dalam hal ini: ayam hutan merah vs ayam kampung, Amat barangkali berlangsung, lantaran 2 ayam yang telah di sebutkan berasal dari satu spesies yng percis (Gallus gallus). Ayam hasil perkawinan silang (hybrid) ini, di Jawa serta Sumatera Selatan, dikenal menjadi ayam Brugo ataupun Bruga ataupun Bruge (sebutan ayam Brugo akan terus kami genakan dalam postingan di artikel ini).
Perkawinan silang (cross breeding) antara ayam hutan merah yang dengannya ayam kampung, seringkali berlangsung secara alami di tepi hutan yng berbatasan yang dengannya pemukiman penduduk.
Dari sisi konservasi, “perselingkuhan” ini Amat merugikan, lantaran akan menurunkan kualitas genetik serta memicu hilangnya sumber plasma nutfah asli, dari populasi ayam hutan di daerah yang telah di sebutkan. Kontaminasi gen ayam hutan oleh ayam kampung ini dikenal menjadi: polusi genetik.
Bagi kebanykan orang, membedakan ayam jantan hasil kawin silang (Brugo) yang dengannya ayam hutan jantan yng asli, agak susah di lakukan, lantaran kedua ayam yang telah di sebutkan seringkali mempunyai tanda fisik yng nyaris sejenis. Walaupun demikian, menjadi burung liar, ayam hutan asli masih mempunyai tanda khusus yng tak didapati pada ayam Brugo.

Gambar di atas merupakan profil ayam hutan asli yng ideal. Bentuk kepala kecil, jengger serta gelambir pula kecil, bulu lebat, mengkilap serta tersusun rapi. Kaki ramping abu-abu kebiruan. Ayam hutan tak Perlu selalu bercuping putih. Pada gambar ayam hutan di atas, cuping indera pendengaran berwarna merah. Sumber: Burrard-Lucas.com.
Yang akan di sajikan kali ini beberapa ciri-ciri ayam hutan asli yng kami kutip darihttp://ayamhutan.tripod. com/junglefowl.html serta beberapa website lain-lainnya. Andai satu dari sekian banyaknya saja, dari tanda ayam hutan yng diuraikan di bawah ini, tak didapati pada tubuh ayam yng diperiksa, maka hampir bisa dipastikan, ayam yang telah di sebutkan merupakan ayam Brugo.
a. Bentuk tubuh yng ramping
Ayam hutan yng masih berdarah murni (asli), mempunyai bentuk tubuh yng ramping. Rata-rata ukuran tubuhnya jauh lebih kecil dibandingkan yang dengannya ayam kampung.Gerakannya gesit serta cepat. Mempunyai kemampuan terbang yng baik. Kewaspadaan nya tinggi. Kemampuan semisal ini Amat penting bagi ayam hutan yng hidup di alam liar, lantaran banyaknya ancaman dari hewan pemangsa.
Sebaliknya, ayam Brugo ataupun ayam kampung, mempunyai tubuh yng lebih gempal, lebih berotot yang dengannya bobot yng lebih berat.
Akibat proses domestikasi selama ratusan malah ribuan tahun, ayam kampung telah tak lagi mempunyai ciri-ciri semisal ayam hutan. Ayam kampung boleh dikatakan, hidup di tempat asli yng lebih nyaman serta “modern”.
Ayam kampung tak butuh bersusah payah mencari makanan, lantaran setidaknya pemiliknya akan memberikan makan sehari-hari. Andai tak diberi makan, makanan sisa yng dibuang ataupun sumber makanan yng lain, pula masih bisa didapati yang dengannya gampang di sekeliling perkampungan/pemukiman.
Ayam kampung pula terasa lebih aman hidup dekat yang dengannya kita-kita. Predator alami ayam hutan semisal kucing hutan, burung elang, ular, musang serta lain-lain, nyaris tak didapati di sekeliling perkampungan. Oleh karena itu, kewaspadaan serta kemampuan terbang yng baik pula tak dibutuhkan.
Banyaknya makanan serta minimnya gerak, memicu ayam kampung bertubuh lebih gempal serta lamban. Andai ayam kampung kawin yang dengannya ayam hutan, gen gempal dari ayam kampung akan diturunkan ke ayam brugo. Itulah sebabnya, kenapa ayam Brugo tak selangsing ayam hutan.

Gambar di atas merupakan perbedaan bentuk tubuh dari pejantan ayam kampung ataupun ayam Brugo (kiri) yang dengannya ayam hutan merah (kanan).
b. Kepala,Jengger/Pial serta Pial berukuran kecil
Ayam hutan merah yng asli mempunyai bentuk kepala yng kecil. Jenggernya selalu berpial bilah ataupun pial tunggal bergerigi yng tipis. Sepasang gelambir yng menggantung di dagu berukuran kecil. Cuping indera pendengaran pula kecil ataupun tengah, berwarna putih ataupun merah. Ayam hutan yng asli, tak Perlu selalu bercuping putih (Gambar 12). Bulu leher ayam hutan Amat lebat serta berwarna lebih cerah. Warna jengger, gelambir serta muka terlihat agak pucat (merah jambu ataupun pink) di luar musim berbiak. Sedangkan tatkala musim kawin tiba, bagian muka, jengger serta gelambirnya berwarna merah cerah. Mungkin konsentrasi hormon reproduksi berpengaruh terhadap warna jengger ini.
Ayam kampung ataupun ayam Brugo, sebaliknya mempunyai kepala, pial serta gelambir yng besar serta kasar. Bulu leher lebat yang dengannya warna yng agak kusam. Perbedaan kepala ayam hutan jantan yng asli yang dengannya ayam jantan Brugo bisa dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar di bawah merupakan perbedaan kepala Ayam hutan jantan (kiri) yang dengannya ayam kampung jantan ataupun ayam Brugo (kanan). Ayam hutan betina yng asli, tak pernah mempunyai jengger serta gelambir tidak banyak pun.Kalaupun ada, ukurannya Amat kecil. Wajah berwarna merah jambu (pink) yang dengannya warna bulu coklat kuning keemasan yng melingkar di sekitar wajah. Bulu leher berwarna hitam yang dengannya tepi bulu berwarna kuning emas yng tipis. Penutup indera pendengaran berwarna kuning kecoklatan. Bulu dada berwarna coklat emas kemerahan. Kepala ayam hutan betina yng asli bisa dilihat pada gambar di bawah (kiri).

Gambar di atas merupakan tanda spesifik ayam hutan betina. Kepala ayam hutan betina yng asli (kiri), kepala betina Brugo yang dengannya warna bulu berwarna putih keperakan (sedang), kepala betina Brugo yang dengannya jengger/pial serta sepasang gelambir dan warna bulu leher yng lebih cerah (kanan). Sumber: http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html
c. Terjadinya gugur bulu (moulting) di leher
Satu dari sekian banyaknya perbedaan yng paling menyolok serta Amat terperinci antara ayam hutan asli yang dengannya ayam hasil silangan (Brugo) merupakan adanya periode gugur bulu (moulting) di leher,yng cuma didapati pada jenis ayam hutan asli.
Sebagai burung liar, ayam hutan jantan cuma mempunyai bulu leher yng Amat lebat, selama musim berbiak/musim kawin saja. Selain musim itu, ayam hutan cuma mempunyai bulu leher pendek berwarna hitam (Gambar di bawah, kiri). Ayam Brugo ataupun ayam kampung tak pernah mengalami periode gugur bulu leher semisal ini.

Gambar di atas merupakan pertumbuhan bulu leher pada ayam hutan asli. Ayam hutan jantan yang dengannya bulu leher pendek berwarna hitam (kiri). Bulu leher yng mulai tumbuh (sedang). Bulu leher yng telah tumbuh sempurna pada musim kawin (kanan). Ketiga ayam jantan di atas merupakan ayam yng telah dewasa sepenuhnya (bukan ayam muda). Perhatikan bentuk kepala serta jengger kecil yng menjadi tanda khas ayam hutan asli. Sumber:http://redjunglefowl.webs.com/idealspecimens.htm
d. Bulu tubuh serta bulu ekor yng tersusun Amat rapi
Ayam hutan jantan yng asli mempunyai susunan bulu ekor yng Amat rapi, teratur serta mengkilap. Hal ini Amat penting bagi pejantan, menjadi modal bagi atau bisa juga dikatakan untuk menarik hati betina. Tatkala musim berbiak, betina umumnya akan jual tidak murah serta berusaha mencari pejantan berpenampilan paling trendy serta paling kuat bagi atau bisa juga dikatakan untuk memberi jaminan masa depannya.
Bulu tubuh jantan selalu ditelisik yang dengannya teratur supaya tetap rapi serta bersih bebas dari kutu. Warna bulu ekor pun selalu hitam bercampur hijau berkilauan. Bulu di pangkal ekor berwarna putih serta tumbuh lebih lebat.
Pada ayam hutan jantan, 4 pasang bulu penutup ekor yng paling luar (Gambar 4 yng dilingkari garis kuning) akan selalu tumbuh lebih kecil serta selalu lebih pendek dibandingkan bulu ekor utama. Sepasang bulu ekor yng paling atas, akan selalu tumbuh paling panjang serta melengkung, membentuk formasi bulan sabit yng indah.
Berbeda yang dengannya ekor ayam hutan, ekor ayam jantan hasil silangan (ayam Brugo) ataupun ekor ayam kampung mempunyai susunan yng tak terperinci, malah cenderung berantakan. Bulu penutup ekor yng terdapat atau terletak paling luar, seringkali tumbuh lebih panjang dari bulu ekor utama. Perbedaan bentuk ekor ini bisa dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar di atas merupakan bulu ekor ayam hutan asli (kiri) mempunyai susunan yng teratur serta Amat rapi. Bulu penutup ekor terluar (yng tumbuh dekat bulu pangkal ekor yng putih) tak pernah tumbuh melewati bulu utama. Bulu pangkal ekor yng putih pada ayam hutan asli pula lebih lebat. Pada ayam kampung (kanan), bulu ekor umumnya tumbuh tak beraturan. Bulu penutup ekor terluar, seringkali tumbuh lebih panjang dari bulu ekor utama.
e. Kaki lebih ramping berwarna abu-abu kebiruan
Ayam hutan jantan yng asli mempunyai kaki yng ramping, selalu berwarna abu-abu gelap kebiruan, yang dengannya taji yng meruncing alami serta melengkung indah. Sisik pula lebih halus .Pada ayam hasil silangan (Brugo) ataupun ayam kampung, kaki biasanya lebih besar yang dengannya sisik yng kasar berwarna kekuningan ataupun kehitaman. Taji besar serta tumbuh tak beraturan (Gambar di bawah).

Gambar di atas merupakan kaki ayam hutan yng asli (kiri). Kaki ayam hasil silangan (Brugo) ataupun ayam kampung (kanan). Sumber: http://ayamhutan.tripod.com/junglefowl.html
f. Warna bulu yng lebih cerah serta mengkilap
Keindahan bulu bagi ayam hutan jantan sangatlah penting, serta menjadi satu dari sekian banyaknya modal utama bagi atau bisa juga dikatakan untuk memikat betina. Warna ayam hutan yng Amat cerah ini, bisa didapati selama musim kawin ataupun musim berbiak.
Berbeda yang dengannya ayam hutan, ayam kampung (ayam domestik) tak mengenal musim berbiak. Unggas peliharaan ini bisa kawin setiap tatkala, kapanpun, dimana saja serta yang dengannya siapa saja . Barangkali lantaran sifatnya ini dia, menjadikan selama ribuan tahun proses budidaya, bisa diperoleh ratusan varian ayam yang dengannya banyak sekali fungsi (petelur, pedaging, ayam hias) yng tersebar di seluruh dunia (mampu dilihat di di http://www.feathersite.com).
Terjaminnya suplai makanan, rasa aman dari pemangsa dan hilangnya sifat mengeram pada sebagian ras ayam domestik, memungkinkan ayam betina bagi atau bisa juga dikatakan untuk bertelur nyaris sehari-hari, sepanjang tahun. Ayam betina di dalam sangkar telah tidak peduli lagi, apakah pejantan pasangannya salah satunya ayam yng ganteng ataupun tak, yng penting mampu “melaksanakan tugas” yang dengannya baik. Jadi, dalam hal kawin mawin, bulu yng indah bagi pejantan ayam domestik, telah tak dibutuhkan lagi. Periode moulting ataupun rontoknya bulu leher pun, tak dikenali lagi oleh ayam domestik.

Gambar di atas merupakan ayam hutan yng tengah minum ini Amat waspada yang dengannya kondisi sekitar. Perhatikan bulu ekornya yng tersusun rapi, dan bulu lehernya yng lebat serta mengkilap.
Beberapa Semisal Ayam hasil silangan (Brugo)
Dari gambar di bawah ini, bisa dilihat beberapa jenis ayam yng mungkin besar merupakan hasil persilangan antara ayam hutan yang dengannya ayam peliharaan. Ayam pada gambar di sebelah kiri mempunyai pola warna yng menyerupai ayam hutan, akan tetapi bentuk tubuh yng gempal serta kakinya yng besar menunjukan bahwasanya ayam ini merupakan ayam silangan.
Ayam di bagian sedang, pula mempunyai postur yng menyerupai ayam hutan, namun keberadaan pola totol-totol putih di sekujur tubuhnya menunjukan, bahwasanya mungkin besar, ayam ini pula salah satunya hasil kawin silang.

Gambar di atas beberapa semisal ayam hasil silangan (Brugo). Ayam di sebelah kanan pada gambar di atas, adalah satu dari sekian banyaknya ayam hias dari Jepang. Kadang-kadang, ayam Brugo yang dengannya pola warna kuning semisal ini, pula didapati pada populasi ayam liar di tepi hutan yng berbatasan yang dengannya pemukiman penduduk.
Ayam Hutan Feral
Di Kepulauan Hawaii serta Cook Island (Pasifik Tenggara), pula didapati populasi ayam hutan merah peliharaan yng terlepas dari sangkar, serta lantas hidup liar (feral) di daerah pedalaman. Tanda fisik ayam ini Amat mirip yang dengannya ayam hutan asli. Mungkin, dahulunya ayam peliharaan yng terlepas merupakan ayam hutan asli yng lantas kawin yang dengannya ayam setempat, sampai-sampai berkembang menjadi populasi ayam liar, semisal yng didapati tatkala ini.
Populasi ayam hutan feral di Kepulauan Cook. Oleh peneliti, ayam hutan ini disimpulkan sudah terkontaminasi genetik ayam domestik setempat menjadikan dikategorikan menjadi ayam silangan (Crossbred/Brugo). (gambar di bawah ini)

Gambar di atas, bisa dilihat bentuk fisik ayam liar yng Amat sama percis yang dengannya ayam hutan asli. Bentuk tubuh yng tidak banyak gempal pada ayam kiri, jengger yng besar pada ayam jantan sebelah kanan serta adanya jengger pada ayam betina (inset), menunjukan bahwasanya ayam hutan ini sudah terkontaminasi oleh gen ayam setempat, menjadikan telah tak murni lagi.
Status Konservasi
Populasi ayam hutan di banyak sekali negara di Asia cenderung terus menurun akibat perburuan serta degradasi tempat asli. Akan tetapi, ancaman paling utama terhadap populasi ayam hutan merupakan munculnya polusi genetik yng diakibatkan oleh terjadinya kawin silang secara alami, antara ayam hutan yang dengannya ayam domestik ataupun ayam hutan yang dengannya ayam peliharaan yng tak dikandangkan.
Oleh IUCN, status ayam hutan merah masih digolongkan menjadi Least Concern dalam daftar merah ataupun beresiko rendah dari kepunahan, lantaran daerah sebarannya yng luas serta populasinya yng masih cukup besar. Dalam bahasa daerah setempat, ayam hutan disebut Kasintu (Sunda), Ayam alas (Jawa), Ajem alas (Madura), Manuk Kalek (Bugis).
Sub-Spesies Ayam Hutan Merah
Didasari daerah sebaran serta morfologinya, William Beebe (1877-1962), seorang naturalis asal New York, Amerika Serikat, dalam publikasi risetnya A Monograph of the Pheasants, ditambah yang dengannya beberapa ahli burung lain-lainnya, membagi ayam hutan merah (Gallus gallus) menjadi 5-6 sub-spesies yng berbeda:
1. Ayam Hutan Cochin-China (Gallus gallus gallus Linnaues, 1758)

Tersebar di Vietnam, Laos selatan serta timur, Thailand timur. Ayam ini mempunyai bulu leher yng Amat panjang yang dengannya warna merah-jingga sampai-sampai keemasan yang dengannya ujung bulu meruncing berwarna jingga. Di sedang bulu terdapat strip tipis berwarna coklat. Cuping indera pendengaran biasanya besar serta berwarna putih.
2. Ayam Hutan Burma (Gallus gallus spadiceus Bonnaterre, 1792)

Tersebar mulai dari Yunnan barat daya (RRC), Burma, Laos utara, Thailand, Semenanjung Malaya sampai-sampai Sumatera bagian utara. Sub-spesies ini mempunyai tanda yng percis yang dengannya sub-spesies sebelumnya yang dengannya pengecualian pada bulu leher serta cuping telinganya yng berukuran tengah hingga besar berwarna putih ataupun merah.
3. Ayam Hutan India (Gallus gallus murghi Robinson serta Kloss, 1920)

Tersebar mulai dari Pakistan timur ke India sedang serta sampai-sampai daerah Assam di timur India. Tanda khas dari subspesies ini merupakan adanya strip berwarna hitam yng lebar di sedang bulu leher. Akan tetapi, seringkali ayam yang dengannya tanda semisal sub-spesies sebelumnya pula tidak sedikit didapati di India. Bulu leher ayam hutan India pula Amat panjang, berwarna merah jingga sampai-sampai keemasan yang dengannya ujung meruncing berwarna orange (jingga).
4. Ayam Hutan Tonkin (Gallus gallus jabouillei, Delacour serta Kinnear, 1928)

Tersebar di Guangxi, Kwangtung serta Pulau Hainan (RRC) serta Vietnam bagian utara. Sub-spesies ini dikenali dari bulu lehernya yng pendek, berwarna merah jingga gelap yang dengannya ujung meruncing serta ukuran jengger/pial serta cuping indera pendengaran yng berwarna merah yng kecil.
5. Ayam Hutan Jawa (Gallus gallus bankiva, Temminck, 1813).

Tersebar di Pulau Sumatera bagian selatan, Jawa serta Bali. Ayam ini salah satunya sub-spesies yng paling unik lantaran bulu lehernya yng pendek, lebar, yang dengannya ujung membulat. Sayap berukuran besar. Bulu lehernya berwarna jingga gelap yang dengannya warna merah yng pendek dibandingkan warna jingganya. Jengger serta cuping indera pendengaran berukuran kecil serta berwarna merah. Analisis genetik menunjukan ayam hutan Jawa adalah sub-spesies tertua yang dengannya karakter gen yng Amat berbeda dibandingkan yang dengannya sub-spesies lain-lainnya.
6. Ayam Peliharaan (Gallus gallus domesticus, Linnaeus, 1758)

Dari nama ilmiahnya, ayam hutan merah serta ayam peliharaan masih terhitung satu spesies, bukan 2 spesies yng berbeda. Tatkala ini, terdapat ratusan kultivar ataupun varian ayam peliharaan yng tersebar di seluruh dunia. Kultivar ataupun varian yang telah di sebutkan muncul menjadi hasil seleksi serta budidaya kita-kita selama ribuan tahun, bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperoleh ayam yang dengannya sifat-sifat unggul yng dimau-kan. Ratusan varietas ayam peliharaan dari seluruh dunia, bisa dilihat di situs web: http://www.feathersite.com/.
Penelitian filogenetik yng di lakukan terhadap 3 subspesies ayam hutan merah (G. g. gallus, G. g. spadiceus serta G. g. bankiva) yng dibandingkan yang dengannya spesies ayam hutan lain-lainnya, memperoleh hasil yng menarik. Ayam hutan merah, diluar dugaan mempunyai hubungan yng lebih dekat yang dengannya ayam hutan hijau. Sedangkan ayam hutan abu-abu lebih dekat kekerabatannya yang dengannya ayam hutan Srilangka. Hal yang telah di sebutkan diungkapkan oleh peneliti LIPI, Sulandari dkk (2006) dalam Dywyanto serta Prijono (2007).
Kesimpulan ini, sesuai yang dengannya fakta di lapangan yng menunjukan bahwasanya secara alami, ayam yng daerah sebarannya lebih dekat, cenderung bagi atau bisa juga dikatakan untuk mempunyai hubungan kekerabatan yng lebih erat juga.
Peneliti dari Jepang Fumihito dkk (1994) dan peneliti LIPI Sulandari dkk (2006) dalam Dywyanto serta Prijono (2007), menyatakan bahwasanya ayam hutan merah merupakan nenek moyang dari ayam peliharaan. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil riset terhadap susunan DNA mitokondria ayam peliharaan (ayam ras serta ayam kampung) yng lebih mirip yang dengannya DNA mitokondria ayam hutan merah dibandingkan spesies ayam hutan lain-lainnya. Satu dari sekian banyaknya informasi yng memuat penemuan ini bisa dilihat di www.antaranews. com
Hasil riset pula menunjukan bahwasanya ayam kampung yng tersebar luas di Indonesia, mempunyai hubungan yng lebih dekat yang dengannya ayam hutan Cochin-China (G. g. gallus) serta Ayam hutan Burma (G. g. spadiceus) dibandingkan yang dengannya ayam hutan Jawa (G. g. bankiva).
kaskus.us
Pendapat dari LIPI, di Indonesia setidaknya terdapat 31 varietas lokal ayam peliharaan. Beberapa varietas lokal yng terkenal, diantaranya merupakan: Ayam Kedu/Ayam Cemani (Magelang-Temanggung), Ayam Pelung (Cianjur-Sukabumi), Ayam Sentul (Ciamis), Ayam Banten, Ayam Ciparage (Karawang), Ayam Bali, Ayam Wareng (Jateng-Jatim), Ayam Delona (Klaten), Ayam Balenggek (Sumbar), Ayam Sumatera (ternama di Amerika), Ayam Merawang (Bangka), Ayam Gaok (Pulau Puteran-Sumenep), Ayam Nunukan (Tarakan-Kaltim), Ayam Sedayu (Bantul-Jateng), Ayam Tolaki (Kendari), Ayam Tukong (Kalbar), Ayam Kalosi (Enrekang-Sulsel), Ayam Ketawa (Sidrap-Sulsel) serta Ayam Ayunai (Merauke).
Analisis DNA serta analisis Filogenetik yng sudah di lakukan oleh Pusat Penelitian Biologi LIPI bekerja percis yang dengannya International Livestock Research Institute di Nairobi, Kenya, menunjukan, bahwasanya ayam lokal Indonesia mempunyai tanda serta karakter unik yng Amat berbeda yang dengannya ayam dari negara lain. Yang dengannya demikian, Indonesia salah satunya satu dari sekian banyaknya area yng menjadi pusat domestikasi ayam di dunia, selain China serta India.
Terimakasih for: yanlegium.blogspot.com

Sumber rujukan dan gambar : http://www.hobiayam.web.id/2016/08/ayam-hutan-merah-sebagai-cikal-bakal.html.

Seputar Ayam Hutan Merah Sebagai Cikal Bakal Ayam Peliharaan

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Ayam Hutan Merah Sebagai Cikal Bakal Ayam Peliharaan